Mendikdasmen Soroti Fenomena ‘Virus Viralitas’: “Yang Penting Viral Dulu, Moral Belakangan”

Mendikdasmen Soroti Fenomena 'Virus Viralitas': "Yang Penting Viral Dulu, Moral Belakangan"
ViralBlasts.com – Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu’ti, menyampaikan kritik tajam terhadap fenomena masyarakat yang terjebak dalam budaya viral. Ia menyebut gejala tersebut sebagai “virality virus” atau virus viralitas, yang membuat individu berlomba-lomba menjadi terkenal di media sosial tanpa mempertimbangkan aspek moral.
Dalam sambutannya di Semarang, Minggu (8/6/2025), Mu’ti mengungkap bahwa keinginan untuk viral kerap kali menyingkirkan pertimbangan etika dan nilai sosial.
“Ada yang saya sebut dengan virality virus. Di mana orang itu ingin supaya viral, ingin supaya dia menjadi terkenal,” kata Abdul Mu’ti.
Narsisme Era Digital: Sedikit-Sedikit Upload
Fenomena ini, lanjut Mu’ti, sejalan dengan istilah “narcissism epidemic” yang dikemukakan oleh psikolog Amerika Serikat, Dr. Jean Twenge. Istilah tersebut menggambarkan situasi di mana masyarakat menjadi terlalu terobsesi dengan eksistensi digital dan pengakuan publik.
“Penyakit narsisme. Di mana orang sedikit-sedikit upload. Upload kok dikit-dikit kira-kira begitu,” sindir Mu’ti.
BACA JUGA: Mayat Bayi Ditemukan dalam Kantong Plastik di Kawasan SCBD, Polisi Lakukan Penyelidikan
Ketika Viral Lebih Penting daripada Moral
Yang lebih disayangkan, menurut Mu’ti, adalah ketika masyarakat mulai memaklumi tindakan tidak etis demi mencapai popularitas di dunia maya. Norma dan etika sering kali dikesampingkan demi sebuah tayangan yang bisa ‘meledak’ di linimasa.
“Kadang-kadang orang yang penting viral. Soal itu sesuai dengan moral atau tidak, itu belakangan. Yang penting viral dulu,” tegasnya.
Ketika Viral Lebih Penting daripada Moral
Yang lebih disayangkan, menurut Mu’ti, adalah ketika masyarakat mulai memaklumi tindakan tidak etis demi mencapai popularitas di dunia maya. Norma dan etika sering kali dikesampingkan demi sebuah tayangan yang bisa ‘meledak’ di linimasa.
“Kadang-kadang orang yang penting viral. Soal itu sesuai dengan moral atau tidak, itu belakangan. Yang penting viral dulu,” tegasnya.
“No Viral, No Justice”: Kritik terhadap Adagium Baru
Mu’ti turut menyoroti munculnya adagium populer di media sosial, yakni “no viral, no justice”. Ungkapan ini mencerminkan ketidakpercayaan publik terhadap sistem, yang menganggap keadilan hanya akan ditegakkan jika kasus tertentu terlebih dahulu viral di media.
“Sekarang ada adagium yang menurut saya perlu kita kritisi. Adagium itu berbunyi ‘no viral, no justice’. Kalau nggak viral, nggak ada tindakan, nggak ada keadilan,” tutupnya.
Fenomena Sosial yang Perlu Dikaji Serius
Pernyataan Mendikdasmen ini menambah daftar panjang kritik terhadap budaya digital yang makin hari makin permisif terhadap konten asal-asalan, demi mengejar angka views dan likes. Publik dan pemangku kebijakan pun dinilai perlu lebih serius dalam membangun literasi digital dan etika bermedia sosial.