Fadli Zon Sebut Stairlift di Candi Borobudur Wujud Inklusivitas bagi Lansia dan Disabilitas

Fadli Zon Sebut Stairlift di Candi Borobudur Wujud Inklusivitas bagi Lansia dan Disabilitas

Fadli Zon Sebut Stairlift di Candi Borobudur Wujud Inklusivitas bagi Lansia dan Disabilitas

ViralBlasts.com – Menteri Kebudayaan Fadli Zon menyatakan bahwa pemasangan stairlift atau lift kursi di area Candi Borobudur merupakan langkah inklusif yang ditujukan bagi kelompok lanjut usia dan penyandang disabilitas. Ia menilai, akses terhadap situs warisan budaya harus bisa dinikmati oleh semua kalangan, termasuk mereka yang memiliki keterbatasan mobilitas.

“Stairlift itu bukan hal baru dan tidak dipasang secara masif. Di berbagai situs warisan dunia, fasilitas seperti ini sudah umum digunakan. Kita justru terlambat mengadopsinya,” kata Fadli saat ditemui di Masjid Istiqlal, Jakarta, Jumat (6/6/2025).

Ia menyebut, langkah tersebut sejalan dengan prinsip inklusivitas yang memungkinkan kelompok lansia dan disabilitas dapat tetap mengakses dan menikmati kekayaan budaya bangsa tanpa mengganggu kelestarian situs.

“Ini bentuk inklusivitas, terutama bagi mereka yang sudah senior, difabel, atau yang mengalami kecelakaan sehingga terbatas mobilitasnya,” ujarnya.

Fadli menegaskan bahwa kebijakan ini juga memiliki dasar hukum. Menurutnya, undang-undang di Indonesia mewajibkan adanya akses yang setara bagi seluruh warga negara, termasuk dalam sektor kebudayaan dan pariwisata.

“Undang-undang kita mewajibkan akses untuk semua kalangan, termasuk lansia dan disabilitas. Jadi tidak ada yang perlu dipersoalkan, karena ini sudah menjadi praktik umum di situs bersejarah dunia seperti Angkor Wat dan Acropolis,” tegasnya.

Ia juga menepis kekhawatiran bahwa pemasangan stairlift akan merusak struktur atau nilai historis Candi Borobudur.

“Tidak merusak sama sekali. Jadi menurut saya, tidak perlu ada polemik. Kalau ada yang menentang, saya siap berdiskusi,” pungkas Fadli.

BACA JUGA: Desa Hargobinangun, Contoh Sukses Pemanfaatan Potensi Lokal di Lereng Merapi


Budayawan Yogyakarta Tolak Rencana Pemasangan Stairlift di Candi Borobudur

Rencana Menteri Kebudayaan Fadli Zon untuk memasang stairlift di Candi Borobudur menuai penolakan dari kalangan budayawan. Seniman dan budayawan asal Yogyakarta, Jumaldi Alfi, secara tegas menyatakan ketidaksetujuannya terhadap wacana tersebut.

“Saya jelas tidak setuju dan menyayangkan rencana pemasangan stairlift itu,” ujar Jumaldi saat dihubungi, Sabtu (31/5/2025).

Menurut Jumaldi, rencana tersebut menunjukkan ketidakpekaan terhadap nilai-nilai budaya bangsa. Ia bahkan menyebut langkah itu sebagai bentuk “tuna budaya”—istilah yang ia gunakan untuk menggambarkan sikap yang tidak menghargai warisan budaya sendiri.

“Itu tidak menghargai kebudayaan bangsa. Ini bukan sesuatu yang bisa dikompromikan atau dikaji ulang. Wacana seperti ini tidak seharusnya muncul, apalagi diterapkan,” tegasnya.

Jumaldi menilai Candi Borobudur bukan sekadar destinasi wisata, tetapi merupakan warisan adiluhung yang memiliki nilai spiritual dan historis tinggi. Dalam perspektif budaya Jawa, adiluhung berarti luhur dan sakral.

“Candi Borobudur bukan hanya situs sejarah, tapi juga tempat ibadah. Para pejabat semestinya memahami nilai-nilai itu,” ujar Jumaldi.


Filosofi Borobudur Dinilai Tidak Cocok dengan Konsep Lift

Lebih lanjut, Jumaldi Alfi menekankan bahwa struktur dan filosofi Candi Borobudur tidak dapat dipisahkan dari ajaran kehidupan dan spiritualitas yang terkandung di dalamnya. Menurutnya, setiap undakan dalam candi bukan hanya elemen arsitektur, melainkan perwujudan nilai-nilai ajaran Buddha yang sarat makna.

“Setiap undakan di Borobudur adalah pengejawantahan dari perjalanan hidup manusia untuk mencapai pencerahan,” ujar Alfi.

Ia menjelaskan bahwa Candi Borobudur dibangun berdasarkan tiga tingkatan utama dalam kosmologi Buddha, yakni Kamadhatu, Rupadhatu, dan Arupadhatu.

  • Kamadhatu merupakan tingkatan terbawah yang menggambarkan dunia keinginan, tempat manusia masih terikat oleh hawa nafsu duniawi.

  • Rupadhatu adalah bagian tengah yang melambangkan tahap peralihan, di mana seseorang telah mulai melepaskan diri dari nafsu namun masih terikat pada bentuk fisik dunia.

  • Arupadhatu berada di tingkat paling atas dan menggambarkan dunia tanpa bentuk — simbol pencapaian nirwana, di mana kebebasan mutlak tercapai, lepas dari keinginan dan rupa.

“Itu inti pelajaran dari Borobudur: proses bertahap, step by step, dan jalan melingkar menuju puncak. Kalau pakai lift, bagaimana mungkin makna spiritual itu bisa tersampaikan?” tegasnya.

Ia mengkritik kecenderungan masyarakat modern yang menginginkan segala sesuatu serba instan, termasuk dalam hal spiritualitas.

“Di zaman modern, orang ingin dapat pencerahan secara cepat, tanpa proses. Padahal Borobudur justru mengajarkan sebaliknya,” pungkas Alfi.